AKU sungguh tak menduga bahwa sesudah masa pensiunku, aku masih mendapat kesempatan untuk memecahkan masalah yang muskil dan unik. Waktu itu aku telah meninggalkan keramaian kota London dan tinggal di rumah kecil di daerah Sussex, tempat aku dapat hidup tenang dekat dengan alam, sebagaimana telah lama kudambakan. Hubunganku dengan sahabatku Watson tak seerat dulu, hanya kadang-kadang dia datang menengokku di akhir pekan. Itulah sebabnya peristiwa-peristiwa yang kualami harus kucatat sendiri. Ah! Kalau saja dia ada di sini, pastilah dia dengan mudah menuliskan kisah luar biasa ini. Tapi biarlah, aku akan mencoba menuturkannya sendiri dengan gayaku yang seadanya, semoga kata-kataku yang sederhana bisa menunjukkan betapa susahnya proses yang harus kujalani untuk mengungkapkan misteri Surai Singa.
Vilaku terletak di atas bukit landai dengan pemandangan indah ke arah Selat Inggris. Dari rumahku tampak garis pantai yang terdiri atas jurang kapur semata-mata. Untuk turun dari jurang itu, orang harus melalui jalan sempit berliku-liku yang sangat curam dan licin. Di dasar jurang terdapat dataran kerikil dan batu batuan seluas beratus-ratus meter persegi, bahkan pada saat air laut pasang. Di sana-sini ada lekukan-lekukan dan lubang lubang yang mirip kolam renang bila tergenang air pasang. Pantai yang indah ini panjangnya beberapa kilometer. Di salah satu ujung ada teluk kecil dan desa Fulworth yang memotong garis pantai.
Rumahku sepi. Penghuninya hanya aku, pelayanku, dan para lebah. Tapi setengah mil dari rumahku terletak sekolah pelatihan milik Harold Stackhurst yang terkenal, bernama Gables. Di situ tinggal para pemuda yang sedang menyelesaikan pelatihan sebelum terjun ke masyarakat mencari pekerjaan, bersama staf pengajarnya. Stackhurst sendiri mantan atlet dayung sekaligus ilmuwan yang menguasai macam-macam bidang ilmu pengetahuan. Kami berteman sejak aku pindah ke daerah pantai itu, dan kami menjadi begitu akrab sehingga pada malam hari bisa saling mengunjungi tanpa diundang.
…..